Serangan Israel ke wilayah Lebanon sejak Oktober 2023 lalu telah menewaskan setidaknya total 3.544 orang dan melukai 15.036 korban.
Kemenkes Lebanon dalam pernyataannya, Selasa (19/11) menyatakan korban fatal terakhir adalah 28 warga yang tewas akibat serangan pada Senin (18/11) lalu.
Jumlah korban itu masih terus bertambah, karena Israel masih menggempur wilayah Lebanon selatan dengan dalih menargetkan ke milisi Hizbullah.
Mengutip dari Reuters, setidaknya ada tiga prajurit Lebanon tewas dalam serangan udara Israel yang menghantam pos militer di Lebanon selatan pada Selasa lalu.
Selain itu pos dan markas pasukan perdamaian PBB (UNIFIL) juga terkena hantaman roket hingga menimbulkan korban luka pada Selasa lalu.
UNIFIL menyatakan ada empat pasukan perdamaian dari Ghana yang terluka akibat hantaman roket itu. UNIFIL mengatakan pada Selasa lalu, setidaknya ada tiga fasilitasnya di Lebanon yang dihantam roket.
Salah satunya delapan roket yang menghantam markas UNIFIL tempat pasukan perdamaian PBB dari Italia di Shama, Lebanon Selatan.
Kementerian Pertahanan Italia menyatakan tak ada korban serius dalam serangan roket tersebut, namun ada lima prajuritnya yang mendapatkan perawatan medis di fasilitas setempat.
Sementara itu, Argentina telah memberitahu PBB bahwa mereka akan menarik pasukannya dari misi perdamaian PBB di Lebanon.
“Argentina telah meminta para petugasnya untuk kembali [pulang],” ujar Juru Bicara UNIFIL Andrea Tenenti, Selasa (19/11).
Dia pun menolak berkomentar lebih lanjut mengenai penarikan pasukan perdamaian Argentina itu. Argentina sebelumnya adalah satu dari 48 negara yang berkontribusi mengirim prajurit terbaiknya untuk misi perdamaian PBB bersama UNIFIL di Lebanon.
Israel sendiri telah menolak serangan-serangan ke Lebanon itu sengaja menyasar fasilitas PBB. Seperti halnya serangan ke Gaza yang menuding milisi Hamas, Israel menuding milisi Hizbullah di Lebanon berbailk menggunakan ‘tameng manusia’.
Israel telah meminta UNIFIL untuk mengevakuasi para personel dari Lebanon selatan demi keselamatan para petugas itu. Namun, permintaan Israel itu ditolak UNIFIL.
Tenenti mengatakan tidak ada indikasi yang lebih luas mengenai penurunan dukungan terhadap misi tersebut.
“Idenya tetap bertahan. Jadi tidak ada pembahasan mundur sama sekali,” ujarnya.
Dia mengatakan bahwa kegiatan pemantauannya “sangat, sangat terbatas” karena konflik Israel-Hizbullah dan perbaikan beberapa fasilitasnya.
“Kami masih berupaya memperbaiki beberapa posisi, tapi ini jelas merupakan momen yang sangat sulit, karena kami sengaja diserang oleh IDF (Pasukan Pertahanan Israel) dalam beberapa bulan terakhir, dan kami melakukan yang terbaik untuk memperbaikinya. membangun kembali kawasan tersebut,” katanya.